Sunday, April 30, 2006

Coduroy

Lagu favorit gue sih. Dan sampe sekarang menjadi lagu paling "wajib" di setlist Pearl Jam (the most played), dan make sense sih. Majalah SPIN bilang ini lagu yang paling bagus yang pernah dibikin Pearl Jam. Cannot more agree than...musically (kalo lirik, gw masih merasa direpresentasikan oleh "I Got ID"). Kira-kira tentang apa ya "Corduroy"?


Situs The Sky I Scrape (www.theskyiscrape.com) yang memuat beberapa spekulasi intepretasi lagu dari penggemarnya rata-rata mengemukakan kalo lagu "Corduroy" ini bercerita tentang hubungan dua orang (mungkin kekasih?) yang memburuk dan (lagu ini) menjadi semacam statement perpisahan. Di satu sisi, Eddie Vedder pernah mengemukakan bahwa lagu ini indeed adalah lagu tentang hubungan (relationship), tapi bukan hubungan dua orang, melainkan satu orang ke orang banyak. Berikut quote-nya, yang gue ambil dari Two Feet Thick (www.twofeetthick.com):

"It is about a relationship but not between two people. It's more one person's relationship with a million people. In fact, that song's almost a little too obvious for me. That's why instead of a lyric sheet we put in an X-ray of my teeth from last January and they are all in very bad shape, which was analogous to my head at the time." -Eddie Vedder (Los Angeles Times, November 20, 1994)

Kata-kata Vedder emang selalu "dual". Di situ, I believe, tersimpan "misteri" dari lagu "Corduroy" ini. So, gue tertarik untuk "membedah"-nya. Di mulai dari unsur ekstrinsik-nya.

"Corduroy" ini ada di album ketiga Pearl Jam, Vitalogy. Jika Ten (album pertama) banyak dipengaruhi unsur ekstrinsik berupa tahapan (atau pengalaman) Vedder selama pre-Pearl Jam (coba lihat ke Mamasan Trilogy, dan tentunya "Release"). Serta Versus (album kedua) lebih banyak mengungkap realita-realita sosial pada saat itu (di mana beberapa kejadian seperti kasus rasialisme ["WMA"], kekerasan senjata ["Glorified G"], youth ["Leash"] dan sebagainya mendapat ekspos dalam lagu-lagu VS). Vitalogy lebih bercerita tentang "introspeksi" yang melanda personel Pearl Jam. Vitalogy adalah album yang mengubah konsep total Pearl Jam dalam industri musik. Tahun 1990-1994 adalah masa di mana musik alternatif tengah dalam peak-nya, dan menjadikan hype di mana-mana (korelatif dengan artikel TIME yang baru aja selesai gue translate kemaren). Pearl Jam (terutama Eddie Vedder), seperti halnya Nirvana dan musisi-musisi Seattle lain, justru merasa risih dengan kondisi semacam ini. Pemecatan Dave Abruzzesse mungkin jadi salah satu hints, mengingat si Dave Ab ini punya kecenderungan suka dengan "stardom" (dating celebs and model, party-ing, etc). Pendek kata, Pearl jam tengah berusaha "play down the hype" saat itu.

So, album Vitalogy ini banyak dipengaruhi oleh kondisi tersebut. "Not For You", yang "lahir" lebih dulu dibanding "Corduroy" secara jelas bisa dibilang sebagai statement awal idealisme Pearl Jam. Bahwa mereka membuat musik yang pure, dipengaruhi jiwa idealis mereka dan ngga akan berkompromi (this is not for you!). Kemudian "Immortality", juga bercerita dalam korelasi yang kurang lebih sama. "Immortality" (kemungkinan "plesetan" dari kata immorality) mengungkapkan tentang ekspolitasi industri hiburan (showbiz) dari perspektif korban-nya. Oleh karena itu, "Immortality" sering sekali dikaitkan dengan almarhum Kurt Cobain yang notabene "korban" juga dari tekanan showbiz. "Immortality" juga "lahir" sebelum "Corduroy" (sebelum Vitalogy keluar, dua lagu di atas sudah sering dibawakan Pearl Jam dalam konser). Dua lagu itu bisa menjelaskan unsur ekstrinsik album Vitalogy, karena kebetulan berada di awal dan akhir setlist album (meski kesela "Last Exit" dan ketumpuk "Stupid Mop").

How about "Corduroy"? Kembali ke "Corduroy", lagu ini ada di tengah-tengah album. Dan spekulasi gue, lagu ini adalah link dari "Not For You" dan "Immortality", dalam arti mempunyai makna yang mendukung keduanya. Gue berangkat dari statement Vedder di atas, yang mengungkapkan bahwa "Corduroy" adalah lagu hubungan (Vedder) dengan banyak orang (dalam kata lain: komunitas, kumpulan orang, penggemar, dan sebagainya). Secara simpel, gue mengartikannya itu adalah hubungan Vedder dengan konsekuensi status popularitas dan selebritas-nya (being famous) yang mengakibatkan dia disanjung, dipuja dan sebagainya. Let see...

The waiting drove me mad
"Fame" itu sebetulnya diinginkan juga oleh Vedder pada awalnya. Digambarkan di lirik tersebut, dia sudah menunggu sangat lama. Kalo dilihat dari riwayatnya, Vedder baru join ke PJ di usianya yang ke 24. Sementara puncak tenarnya adalah ketika dia berusia 28 tahun-an. Waktu-waktu sebelumnya banyak diisi Vedder di scene San Diego bersama band-nya Bad Radio, serta berusaha dekat ke dunia showbiz (referensi gue dari artikel kontroversial RS, kalo emang bener). Dan ketika akhirnya Vedder mendapatkan popularitas-nya, di usia 28-an, tahun 1993/1994, ternyata hal itu justru berlawanan dengan bayangannya (you're finally here and I'm a mess...next).

you're finally here and I'm a mess/I take your entrance back/can't let you roam inside my head/I don't want to take what you can give.../I would rather starve than eat your bread.../I would rather run but I can't walk.../Guess I'll lie alone just like before...
Vedder lebih memilih untuk kembali seperti semula (I take your entrance back), menikmati kehidupan dan privasi-nya seperti semula, dan even siap menanggung segala konsekuensinya. Gue inget quote dari Vedder: "The highest point of your popularity, it's also the lowest point of your personality."

I don't want to hear from those who know.../They can buy, but can't put on my clothes.../I don't want to limp for them to walk.../Never would have known of me before...
Dan di sini adalah keypoint tentang "hubungan Vedder dengan banyak orang" seperti yang disebutkan di atas. Pertama adalah muaknya Vedder sama media dan publisitas, di mana dia sering membaca, mendengar atau melihat imej dirinya di media (mungkin korelatif juga dengan artikel TIME yang diprotesnya). Kemudian munculnya fans-fans yang me-rip off gayanya melalui bentuk pakaian. Saat itu, saking hype-nya, tiba-tiba aja baju flanel, sepatu boot dan jaket corduroy menjadi tren fashion (current hype - boot: Doc Mart, flanel: Mark Jacob's). Padahal baju flanel itu adalah 'pakaian tradisional' kultur logger (penebang pohon) yang mayoritas menghuni kawasan northwest Amerika (where Seattle lies). Dan juga corduroy, yang menjadi judul lagu, sebuah mitos terkenal menyebutkan ketika Vedder dikasih jaket corduroy dari Stone Gossard (yang dibeli dari flea market) tapi lantas jadi simbol fashion dia, dan ditiru (ripped off) sama fans-fans-nya. Vedder ngga mau jadi idol yang bisa ditiru segalanya, atau membuat statement tren baru (I don't want to limp for them to walk). Dan baris itu bisa diartiin juga mengacu ke pemberitaan media (dual intepret), Vedder membuat statement bahwa kisah masa lalunya yang "nggak sedap" itu bukan sebuah kepura-puraan atau "komoditas" untuk karirnya. Pada intinya, mereka (fans yang ripping off dan media-media) ngga tahu siapa sebenarnya Vedder. Inget quote terkenalnya? "You don't love me, you only love who you think I am. And don’t pretend that you know me." (dari blog teh Tarlen - dan witnessed by myself lately, ternyata quote ini dari rangkaian konser 1994 - makin pas dengan unsur ekstrinsiknya).


Everything has chains...absolutely nothing's changed
Dan Vedder-pun mencoba bijak untuk menegaskan bahwa hal ini adalah "resiko"-nya juga (everything has chains). "Fame" akan datang juga pada akhirnya, meski juga ditegaskan olehnya bahwa hal itu ngga akan pernah merubahnya (absolutely nothing's changed).

Sebuah statement yang terus dipegang, seperti dalam artikel SPIN, pasca Ten, sebetulnya bisa saja Pearl Jam membuat materi lagu yang rocking seperti di Ten. Tapi justru hal kaya gitu ngga akan dilakukan Vedder cs. karena ketika masa mereka sudah habis nantinya, maka musik mereka akan habis juga. Kasarnya, ketika alternatif sudah nggak hype lagi, begitu juga musik mereka akan mati. Hal ini juga jadi kekuatiran Cobain, berdasarkan suicide note-nya: "better to be burnt out than fade away". So sejak Vitalogy ini Pearl Jam merubah drastis haluan bermusiknya, membuat musik sebagai sebuah "state of the art". Meski dengan segala konsekuensi, termasuk menurunnya jumlah penjualan dan jumlah casual fans. "Not For You" mengawali Vitalogy dengan statement bahwa mereka akan membuat musik mereka sendiri. "Corduroy" bercerita tentang kefrutrasian mereka ditekan untuk "menyenangkan" media dan fans yang bukan menghargai mereka, tapi mengeksploitasi mereka. Sementara "Immortality" menutup Vitalogy dengan memberikan gambaran casualties (korban) dari eksploitasi tersebut.

Sebuah rangkuman dari album paling monumental, menurut gue, dari Pearl Jam. Karena mengubah haluan (melalui Vitalogy) ini, mungkin juga Pearl Jam masih tetap alive and kickin' sampai saat ini. Jumlah fans? Mungkin hanya 10 persen dari fans Ten yang merupakan casual fans, tapi fans Pearl Jam saat ini adalah fans paling loyal (hardcore fans) dari sebuah band manapun (mungkin lebih tepat disebut 'cult'). Lihatlah Nothing Music (multimedia sharing, dalam kapasitas lebih dahsyat), The Sky I Scrape (dokumenter Pearl Jam dalam wujud short facts), (the legendary) Five Horizons (geek-nya Pearl Jam...membidani lahirnya PJ-mology dan segala macam archives collection yang dahsyat), Two Feet Thick (penerus Five Horizons...jika pengen bikin essay tentang Pearl Jam, lihatlah site ini!), Pearl Jam Reference (quote by quote Vedder cs., serta testimonial musisi lain ke Pearl Jam...inspiring), PJ's Vault (kalkulasi dan summary lagu yang pernah dinyanyiin Pearl Jam? Dari mana gue tahu "Corduroy" adalah lagu yang paling banyak dimaenin?) dan fanbase-fanbase regional di banyak negara (Brasil, Cile, Italia, Perancis, Argentina, Ceko, dll) serta tentunya milis besar BUGS.

Bandingkan dengan band-band lain yang website-nya mungkin banyak tapi isinya standar (discography, lyric, links, bio) -meski ada juga band lain yang punya loyal fans seperti PJ.

Dan secara nggak langsung, sebuah album seperti Vitalogy ternyata sangat decisive menentukan kelangsungan/eksistensi sebuah band. Kadang langkah drastis harus diambil. Kadang sebuah statement harus disampaikan. Dan pesan itu terus didengungkan Pearl Jam, karena "Corduroy" adalah materi wajib yang selalu dibawa di setiap setlist konser. Seolah ngga henti-hentinya Vedder berucap: "Love our music. Appreciate our creation. Don't ripped me off. Don't love me for what you want me to be." Lagu "Corduroy" adalah bagaimana Vedder menginginkan hubungannya dengan fans terjalin.

Regards
PS: Didedikasikan kepada komunitas (milis) Pearl Jam Indonesia. Bahkan ketika gue "nemu" milis ini dengan member yang cuman 5 orang-an, cannot describe any happier moments..cannot say. Kapan nih bikin website kita sendiri?

No comments: